Sabtu, 18 Februari 2017

Jalur Lintas Stasiun Wirosari – Stasiun Kradenan: Indahnya Bledug Kuwu dari Atas Kereta Uap

             Jika mendengar nama Bledug Kuwu, pasti pikiran kita akan membayangkan semburan lumpur panas bak lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo Jawa Timur. Hal tersebut memanglah benar, salah satu fenomena alam langka tersebut memang benar ada di Kuwu Kabupaten Grobogan. Semburan lumpur panas yang mengandung banyak mineral garam tersebut menjadi salah satu obyek wisata wajib yang harus dikunjungi ketika berkunjung di Kabupaten Grobogan Jawa Tengah.
Berbeda dengan pemikiran kebanyakan orang mengenai Bledug Kuwu, Bledug Kuwu justru mengingatkan saya akan sebuah jalur kereta yang pada zaman dahulu pernah melintas di area semburan lumpur tersebut. Memang hal tersebut sudah jarang diketahui orang karena area semburan Bledug Kuwu kini telah dikelilingi oleh ladang persawahan. Sayapun mengetahui hal ini juga berdasarkan informasi dari teman saya. Untuk mengobati rasa penasaran saya, maka saya merencanakan blusukan di Bledug Kuwu Kabupaten Grobogan Jawa Tengah.
Sambil menyelam minum air, mungkin itulah peribahasa yang tepat waktu itu. Kebetulan ada teman saya yang penasaran dengan Bledug Kuwu dan mengajak saya untuk mengunjungi tempat tersebut. Kesempatan inipun tidak saya sia-siakan untuk sekalian blusukan jalur mati kereta api di Kuwu yang sudah saya rencanakan sejak dulu.
Sebenarnya lokasi Bledug Kuwu dengan rumah saya tidaklah terlalu jauh dan bisa ditempuh dengan waktu 1,5 jam saja, itupun dengan berkendara santai. Berangkat dari rumah pukul delapan pagi perjalananpun saya mulai dengan mengambil rute melewati Kecamatan Tangen Kabupaten Sragen. Sepanjang perjalanan hutan jati dan deretan bukit kapur menghiasi perjalanan kami. Rute dijalur ini memang sedikit terpencil. Kondisi jalannya pun relatif sepi. Beruntung cuaca pagi itu tidak terlalu terik sehingga kami bisa menikmati perjalanan dengan santai.

Kurang lebih pukul setengah sepuluh pagi saya mulai memasuki Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan. Disini kondisi lalu lintas mulai ramai karena terdapat jalan penghubung antara Grobogan dengan Cepu. Tak lama kemudian saya tiba diarea obyek wisata Bledug Kuwu. Lokasi wisata Bledug Kuwu memang berada tepat disamping jalan raya, sehingga pengunjung dari luar kota tidak perlu susah payah mencari lokasi obyek wisata ini. Papan penunjuk menuju lokasi wisata inipun banyak terpasang dibeberapa titik dan cukup jelas.


Bledug Kuwu
Sumber: Akarasa dan Kompas

            Setelah puas menikmati pesona Bledug Kuwu, kini blusukan saya mulai. Blusukan saya kali ini adalah menelisik jalur percabangan antara Stasiun Wirosari SJS dengan Stasiun Kradenan NIS yang bercabang di daerah Dagangan. Sejauh yang saya ketahui di Kabupaten Grobogan sendiri terdapat dua jalur penghubung antara Jalur kereta milik SJS dengan jalur kereta milik NIS, yaitu di Stasiun Ngrombo kearah Simpang Lima Purwodadi dan dari Dagangan menuju Stasiun Kradenan NIS.
            Dimasa lalu wilayah Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora memang banyak didominasi area hutan jati, sehingga tak jarang jika kita melihat peta lawas buatan Belanda kita akan menjumpai banyak sekali decauville angkutan kayu yang terhubung dengan jalur-jalur utama kereta api. Konektivitas antara jalur Samarang Joana Stoomtram Maatscappij (SJS) dengan jalur milik NIS sendiri juga merupakan sarana untuk memudahkan transportasi masyarakat dan distribusi barang dimasa lalu.
            Dari Bledug Kuwu perjalanan saya mulai menuju Stasiun Wirosari. Kurang lebih 5 kilometer dari Bledug Kuwu akhirnya saya tiba di Stasiun Wirosari. Masih sama seperti saat saya pertama berkunjung di stasiun ini 2 tahun yang lalu, bangunan Stasiun Wirosari masih dimanfaatkan sebagai toko material bangunan. Bangunan stasiun sendiri masih asli dengan didominasi material kayu. Stasiun Wirosari merupakan salah satu stasiun yang dibangun oleh SJS di Wirosari Kabupaten Grobogan yang dibuka pada tahun 1894. Stasiun ini terletak dijalur lintas Purwodadi – Blora. Lokasi stasiun sendiri persis berada disamping jalan raya. Tahun 1987 merupakan tahun terakhir stasiun ini beroperasi. Bekas jalur kereta masih bisa ditemui dibeberapa titik meskipun sebagian besar telah tertutup bangunan dan aspal jalan raya. Disebelah timur stasiun ini terdapat TPK dimana dahulunya juga terdapat percabangan jalur decauville angkutan kayu.

Lokasi Stasiun Wirosari
Sumber: kitlv.nl

Stasiun Wirosari Saat Masih Aktif
Sumber: Diambil dari Video Perjalanan Kereta Api Indonesia

Papan Nama Stasiun Wirosari
Sumber: Diambil dari Video Perjalanan Kereta Api Indonesia

Jalur Kereta Menuju Stasiun Wirosari


Bekas Jalur Kereta Tertimbun Bangunan Menuju Stasiun Wirosari

Rumah Dinas Stasiun Wirosari

Bangunan Utama Stasiun Wirosari

            Beranjak meninggalkan Stasiun Wirosari perjalanan saya lanjutkan menuju daerah Dagangan. Kurang lebih 100 meter meninggalkan Stasiun Wirosari, saya menjumpai percabangan jalur kearah TPK disebelah kiri jalan. Percabangan tersebut merupakan decauville yang dahulu dilalui kereta angkutan kayu menuju hutan jati. Diseberang jalan saya juga menjumpai bekas tiang sinyal Stasiun Wirosari yang masih tegak berdiri.

Percabangan Jalur ke TPK

Bekas Tiang Sinyal Stasiun Wirosari

            Terik matahari mulai terasa membakar, perjalananpun segera saya lanjutkan menuju Dagangan. Ternyata tak mudah mencari percabangan jalur kereta di wilayah Dagangan. Beberapa kali saya tersesat dan menemui jalan buntu. Bahkan nyasar ke pemakaman umum pun juga saya alami. Akhirnya setelah mencocokkan dengan peta yang saya bawa, saya mencoba memasuki sebuah gang kecil disebuah perkampungan warga. Jalannya tidak beraspal melainkan hanya berupa polesan semen. Takut tersesat sayapun memastikan pada seorang warga bahwa jalan yang saya ambil adalah jalan alternatif menuju Kuwu. Kali ini saya beruntung, jalan yang saya ambil memang tepat dan warga tersebut menyuruh saya untuk mengikuti jalan kampung hingga  bertemu jembatan.
            Bekas jalur kereta diwilayah Dagangan ini sudah sangat sulit dikenali karena telah berubah menjadi jalan kampung. Bekas besi rel kereta maupun patok milik PT. KAI tak satupun saya jumpai disana. Saya hanya mengandalkan peta yang saya bawa sebagai penunjuk jalan. Jalur penghubung ini merupakan salah satu jalur yang dibangun oleh Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) menuju Stasiun Kradenan yang merupakan salah satu stasiun milik NIS di Grobogan. Saya belum mendapatkan informasi secara pasti kapan jalur ini dibangun, akan tetapi  asumsi saya mengatakan bahwa jalur ini dibangun tidak lama setelah SJS merampungkan pembangunan jalur dari Purwodadi menuju Cepu.

Percabangan Jalur SJS di Dagangan menuju Kradenan

            Pelan tapi pasti perjalanan saya lanjutkan menyusuri jalan kampung. Sayapun juga masih belum menemukan bekas besi rel kereta maupun patok milik PT. KAI sebagai penanda. Akan tetapi jika dilihat dari bentuk dan lengkung jalan bisa dipastikan bahwa jalan tersebut merupakan bekas jalur kereta api.
            Tak lama kemudian saya mulai memasuki hutan bambu. Dari kejauhan saya mulai melihat jembatan tua dengan konstruksi baja yang melintas diatas sungai yang cukup besar. Jembatan tersebut ternyata adalah bekas jembatan kereta api yang kini disulap warga menjadi jembatan penyeberangan. Jembatan tersebut cukup panjang dan besar. Diperlukan kehati-hatian untuk melintas diatas jembatan tersebut karena alas jembatan hanya terbuat dari papan kayu yang sudah mulai rapuh dan berlubang. Apalagi dimusim hujan saat ini kondisi jalan semakin licin. Debit sungai yang besar serta arus yang kuat menjadi ancaman tersendiri yang telah menanti dibawah. Motorpun harus kami gas secara perlahan.
            Melintas diatas jembatan tersebut kita tidak boleh sembarangan. Lebar jembatan yang kecil membuat kita harus antri dengan pengguna lain yang ingin menyeberang dari arah berlawanan. Sehingga sebelum melintasi jembatan, kita harus memastikan bahwa dari arah berlawanan tidak ada kendaraan yang sedang melintas. Berikut adalah beberapa gambar jembatan yang berhasil saya abadikan.











Ujung Jembatan

Kondisi Jalan Setelah Jembatan

            Setelah berhasil melalui jembatan dengan selamat, perjalananpun saya lanjutkan kembali. Saya mengira bahwa setelah melintasi jembatan kondisi jalanan akan jauh lebih baik, tapi ternyata tidak sesuai dengan perkiraan saya. Disebuah dusun setelah jembatan kondisi jalanan sangat rusak parah. Ditambah kondisi yang becek membuat saya harus melajukan motor dengan sangat hati-hati. Perjalanan saya akhirnya tiba diarea persawahan. Disini kondisi jalanan sudah cukup baik karena sudah dipoles dengan semen. Cuaca semakin terik, perjalananpun saya percepat menuju Kradenan.


Bekas Jalur Kereta Menuju Kradenan

            Setelah berjalan cukup jauh menyusuri area persawahan, akhirnya saya tiba di Bledug Kuwu. Tepat disebelah timur laut dari Bledug Kuwu atau diujung tikungan jalan raya dahulu disana terdapat Stopplast atau pemberhentian kereta api bernama Stopplast Bledug. Hal ini merujuk pada peta lawas buatan Belanda yang saya miliki. Akan tetapi disekitar area tersebut saya tidak menjumpai bekas bangunan sama sekali, yang ada hanyalah pembatas jembatan kecil yang sudah mulai rusak. Asumsi saya Stooplast Bledug mungkin bangunannya hanya berupa kayu sehingga sudah hilang atau lapuk dimakan usia atau mungkin hanya berupa tanah lapang kecil tempat naik turunnya penumpang.

Lokasi Stopplast Bledug
Sumber: kitlv.nl


Perkiraan Lokasi Stopplast Bledug

Bledug Kuwu dari Lokasi Stopplast Bledug

Bekas Jalur Kereta Menuju Kradenan

            Perjalanan saya lanjutkan kembali menuju Kradenan. Berhubung bekas jalur kereta dari Bledug Kuwu menuju Kradenan becek dan penuh lumpur, sayapun memilih mengambil jalan memutar dengan pertimbangan keselamatan. Tak lama berjalan akhirnya saya tiba di pusat Kecamatan Kradenan. Didekat Pasar Kradenan saya mulai melihat beberapa potongan besi kereta yang masih tampak samar dijalanan.
Tak berapa lama kemudian saya mulai menjumpai bangunan besar mirip bangunan stasiun. Ternyata bangunan tersebut adalah Stopplast Kuwu. Sesuai dengan peta bahwa setelah Stopplast Bledug menuju Kradenan terdapat satu pemberhentian kereta lagi yakni Stopplast Kuwu. Yang membuat saya sedikit heran adalah meskipun dahulu hanya berstatus stopplast namun ukuran bangunanya cukup besar sekelas halte ataupun stasiun. Bahkan disana juga terdapat bangunan gudang dan rumah dinas meskipun kondisinya tidak terawat.
Setelah saya mencari beberapa referensi saya mengambil hipotesis kenapa Stopplast Kuwu memiliki ukuran bangunan yang cukup besar karena pada zaman dahulu pusat pemerintahan Kabupaten Grobogan pernah berpindah di Kradenan. Hal ini dikarenakan peperangan yang berkecamuk saat masa revolusi dimana pusat Kabupaten Grobogan di Purwodadi hancur luluh lantah oleh serangan udara Belanda. Akibat pemindahan pusat pemerintahan tersebut mungkin bangunan Stopplats Kuwu dirombak dan diperbesar guna mendukung roda pemerintahan kala itu.
Disekitar area Stasiun Kuwu sudah sulit menemukan bekas jalur kereta. Bahkan dibekas emplasemen stasiunpun kini telah berubah menjadi jalan perkampungan. Kini bekas bangunan Stasiun Kuwu dimanfaatkan untuk usaha konveksi.

Lokasi Stopplast Kuwu
Sumber: kitlv.nl

Bekas Jalur Kereta Menuju Stasiun Kuwu (Ke Kanan)

Bangunan Stasiun Kuwu



            Saat saya mengambil gambar di emplasemen Stasiun Kuwu, kebetulan ada seorang warga yang menyuruh saya mampir kerumahnya yang berada disekitar area stasiun. Demi menghormati tawarannya sayapun mampir sejenak siapa tahu saya bisa memperoleh informasi mengenai sejarah Stasiun Kuwu. Disaat kami mulai berbincang, ternyata perbincangan warga tersebut lebih didominasi kearah curhat masalah hidup. Masalah yang diceritakan adalah tingginya harga sewa yang ditetapkan oleh PJKA (sekarang PT. KAI). Beliau berkisah sejak Stasiun Kuwu non aktif pihak PJKA mulai membuat tanah kavling disekitar area stasiun yang kemudian disewakan kepada warga.
            Beliau bercerita bahwa harga sewa tanah yang ditetapkan oleh PT. KAI cenderung mahal dan selalu naik dari waktu ke waktu. Dahulu sewa tanah hanya Rp 3.500,-/ m namun sekarang menjadi Rp 5.000,-/m. Bahkan sayapun juga ditunjukkan surat perjanjian sewa menyewa tanah PT. KAI tersebut. Hal tersebut tentu sangat memberatkan bagi warga kurang mampu seperti beliau. Beliau bingung harus menyampaikan keluh kesahnya kepada siapa. Sebagai pihak yang tidak memiliki wewenang sayapun tidak bisa memberikan solusi.
            Selain membahas masalah hidup beliau saya juga mendapatkan informasi sedikit mengenai legenda Bledug Kuwu. Bagi masyarakat Kuwu, lokasi Bledug Kuwu merupakan tempat yang sakral. Bahkan masyarakat sekitar jika ingin mengadakan hajatan besar harus minta ijin terlebih dahulu pada “simbah” yang ada di Bledug Kuwu. Sempat ada kejadian ketika tetangga beliau yang berasal dari Madura hendak mengadakan hajatan nikahan. Malang tak dapat ditolak, orang Madura tersebut tidak meminta ijin terlebih dahulu dan akhirnya siempunya hajatan terkena penyakit seperti kesurupan ular dengan lidah yang selalu menjulur keluar. Berbagai macam pengobatanpun sudah dicoba namun gagal. Akhirnya setelah orang Madura tersebut melakukan ritual di Bledug Kuwu, dia langsung sembuh dari penyakitnya. Percaya atau tidak percaya itulah kenyataannya. Dan hal tersebut memang adat yang berlaku diwilayah tersebut.
            Setelah cukup mendengarkan kisah dari beliau, sayapun minta ijin pamit untuk melanjutkan perjalanan. Kali ini perjalanan saya lanjutkan menuju lokasi terakhir yaitu Stasiun Kradenan. Tepat didepan Pasar Kuwu terdapat bekas jalur kereta yang berbelok masuk kedalam gang. Sayapun mengikuti bekas jalur tersebut. Diarea tersebut saya mulai menjumpai banyak patok milik PT. KAI sebagai penanda bekas jalur kereta.

Bekas Jalur Kereta dari Stasiun Kuwu Menuju Kradenan

Bekas Jalur Kereta Menjadi Jalan Kampung

Setelah menyusuri jalanan kampung, akhirnya saya tiba di jalan raya Grobogan – Cepu. Sesuai dengan peta yang saya bawa, bekas jalur kereta menuju Stasiun Kradenan berada tepat diutara jalan raya. Lumayan, kali ini penelusuran saya sedikit mudah. Disepanjang jalan saya sudah tidak menjumpai bekas rel kereta karena telah tertutup beton jalan raya. Akan tetapi saya masih bisa menjumpai beberapa patok milik PT. KAI dan bekas jembatan kereta api.
            Akhirnya perjalanan saya tiba di Stasiun Kradenan. Tepat diseberang stasiun saya menjumpai dua buah jalur kereta sebelum masuk ke area stasiun. Namun bekas jalur tersebut sudah samar oleh tanah. Tiba di halaman stasiun suasana sepi menyambut kedatangan saya. Meskipun bangunan Stasiun Kradenan masih tampak kokoh akan tetapi kondisi bangunan tersebut agak kurang terawat. Bahkan rumah dinasnya pun sudah banyak yang rusak. Rumputpun tampak lebat tumbuh dihalaman stasiun.

Lokasi Stasiun Kradenan
Sumber: kitlv.nl

Bekas Jalur Kereta Sebelum Masuk Stasiun Kradenan

Lokasi Persilangan Jalur Kereta dengan Jalan Raya di Depan Stasiun Kradenan

Bekas Rel dari Kuwu Masuk ke Stasiun Kradenan Disebelah Timur

Bangunan Stasiun Kradenan

            Stasiun Kradenan merupakan salah satu stasiun yang dibangun oleh NIS yang berada diantara jalur dari Purwodadi menuju Cepu. Selain memiliki percabangan menuju Stasiun Wirosari, di stasiun ini dahulu juga memiliki percabangan decauville kearah selatan menuju Crewek sebagai jalur angkutan kayu. Stasiun Kradenan merupakan salah satu stasiun bersejarah diwilayah Grobogan. Hal ini dikarenakan pada saat perang lokasi ini pernah menjadi sasaran pengeboman pasukan Hindia Belanda yang menghancurkan bangunan stasiun serta banyak menewaskan masyarakat pribumi pada waktu itu. Berikut adalah kisah pengeboman Stasiun Kradenan dimasa lalu yang saya kutip dari baltyra.com.

“Antara akhir tahun 1945 atau awal tahun 1946 Desa Kradenan dibom. Desa Kradenan terletak di Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Saya tidak menemukan tanggal pasti kapan kejadian pengeboman ini. Saya menduga pengeboman ini berhubungan dengan kedatangan tentara Sekutu ke Indonesia. Mungkin berhubungan dengan kejadian 10 November di Surabaya.
Beginilah cerita yang saya dapatkan dari emak, engkong dan mama saya:
Pasar Kradenan mulai ramai. Emak sedang bersiap untuk pergi ke pasar. Semua dagangan telah disiapkan sore sebelumnya. Sungali dan dua kuli lainnya sudah siap untuk mengantar dagangan tersebut ke pasar. Namun mama rewel dan menangis terus. Saat itu mama berumur sekitar 5 tahunan. Emak mencoba untuk menenangkan mama. Namun mama terus saja menangis. Hal tersebut membuat emak jengkel. Dia memerintahkan Sungali dan dua kuli lainnya untuk segera berangkat ke pasar. Sementara emak masih berupaya untuk menenangkan mama. Tiba-tiba BUMMMM, ledakan keras terdengar dari arah stasiun kereta dan BUMMMM – BUMMMMM terdengar dua ledakan lainnya terjadi di jalan kearah pasar di dekat gudang depo. Emak segera berlari keluar. Engkong yang sadar bahwa ada bahaya besar, segera mencegah emak untuk keluar rumah.
Tiga buah bom besar jatuh. Stasiun kereta hancur. Gudang kereta api yang kami sebut depo lolos dari bom. Dua bom yang sepertinya diarahkan ke depo, jatuh di jalan pasar yang penuh manusia. Jalan menuju pasar melewati halaman gudang depo kereta api, sehingga para pedagang yang sedang mengangkut dagangan dan orang kampung yang sedang menuju pasar menjadi korban. Dua kuli yang membawa dagangan emak hancur lebur tubuhnya, sementara Sungali selamat karena dia berangkat agak lambat. ”Kami tak bisa menemukan mayatnya. Hanya beberapa gumpal daging yang tersisa. Bahkan ada beberapa daging yang berada di atas pohon trembalo. Banyak korbannya”, kata emak saya saat dia menceritakan peristiwa tersebut.
Berbagai versi mengapa Desa Kradenan dibom adalah karena tentara Sekutu ingin menghancurkan jaringan kereta api (stasiun dan depo) yang merupakan alat tarnsportasi minyak dari Cepu. Ada juga yang mengatakan bahwa pengeboman tersebut sebenarnya ingin menghancurkan Tempat Penimbunan Kayu (TPK) yang merupakan sumber ekonomi RI, tetapi meleset. TPK terletak sekitar 150 meter dari jalan pasar yang dibom. Cerita lainnya mengatakan bahwa Sekutu menduga para pejuang bersembunyi di rerimbunan pohon-pohon trembesi yang ada di TPK. Mana yang benar? Saya tidak mendapatkan info yang sahih tentang hal ini.
Di tempat dimana bom tersebut jatuh kini didirikan Tugu Pahlawan. Tugu ini dibangun pada tahun 1958. Seingat saya, dulu tertera tanggal pengeboman, tetapi kini tanggal tersebut telah hilang.
Beberapa hari setelah peristiwa pengeboman, ada perintah untuk masing-masing rumah membuat lubang persembunyian yang diatasnya ditutup dengan batang pisang. Engkong membuat lubang yang cukup besar disamping toko. Begitu ada suara pesawat terbang, mereka berhamburan sembunyi di lubang tersebut.
Suatu hari saat Pak Haji Nurrohmad berkunjung ke toko engkong, tiba-tiba ada suara pesawat. Keluarga engkong lari ke lubang, sementara Pak Haji malah keluar. Akibatnya dia tertembak di bagian pantatnya. Darah menghambur. Setelah pesawat menghilang, engkong menarik Pak Haji yang kesakitan ke dalam lubang persembunyian. Dilepasnya baju mama dan dipakai untuk menyumbat luka di bagian pantat Pak Haji. Pada saat maghrib Pak Haji dipikul di atas dipan untuk diantar ke rumah Pak Mantri Jasman, suami bidan Dinah. Sejak itu Pak Haji sangat sayang kepada mama. Bahkan mama dianggapnya anaknya sendiri. Setiap lebaran, mama selalu mendapat baju baru dari Pak Haji. (http://baltyra.com/2012/01/27/pengeboman-stasiun-keradenan)
            Untuk mengenang peristiwa besar yang pernah terjadi di Stasiun Kradenan, dibangunanlah sebuah monumen berbentuk peluru yang terbuat dari kayu sebagai pengingat kejadian tersebut. Kini peristiwa tersebut sudah banyak dilupakan oleh masyarakat. Bahkan kondisi monument kayu tersebut tampak tidak terawat.
Monumen Didepan Halaman Stasiun Kradenan 
            Dengan tibanya saya di Stasiun Kradenan, maka berakhir pula perjalanan blusukan saya menelusuri bekas jalur kereta antara Stasiun Wirosari hingga Stasiun Kradenan. Meskipun singkat, namun blusukan kali ini sangat seru serta banyak pengalaman dan ilmu baru yang saya dapatkan. Semoga kedepan akan ada pengalaman dan ilmu baru lagi yang lebih menarik. Salam.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------
PRIMA UTAMA / 2017 / WA: 085725571790 / FB, EMAIL: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama