Selasa, 22 September 2015

PG COLOMADU DAN NIS

MENCARI JEJAK JALUR NIS DI SF COLOMADU


            Suiker Fabriek Colomadu atau yang populer disebut Pabrik Gula Colomadu, adalah sebuah pabrik gula non aktif yang terletak di Kecamatan Colomadu Karanganyar Jawa Tengah. Pabrik gula yang dibangun oleh KGPAA Mangkunegara IV pada tahun 1861 ini, pada masanya memiliki kontribusi yang besar bagi masyarakat sekitarnya. Selain sebagai lahan bisnis yang dimiliki oleh keluarga Mangkunegaran, pabrik ini juga turut andil dalam pembangunan ekonomi di wilayah kekuasaan Mangkunegaran.

Pabrik Gula Colomadu Tahun 1867
Sumber: kitlv.nl

            Seperti halnya pabrik-pabrik gula di tempat lain, dahulu pabrik ini juga menggunakan angkutan kereta api sebagai sarana angkut tetes tebu. Tercatat pabrik ini pernah terhubung dengan Stasiun Purwosari yang berada di Solo sebagai jalur distribusinya. Jalur tersebut pada masanya dibangun oleh Nederland Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) yang kemudian diambil alih oleh PJKA pasca kemerdekaan.
Tahun terakhir operasional jalur tersebut adalah pada tahun 1991, yang kemudian digantikan oleh truk tangki untuk mengangkut tetes tebu. Kini bekas rel di jalur tersebut memang sudah tidak ada karena telah diambil oleh PT. KAI pasca dinonaktifkan. Meskipun demikian jejak jalur tersebut masih bisa kita jumpai dibeberapa titik.
Pada kesempatan kali ini saya mencoba mencari jejak jalur milik NIS yang berada di komplek bekas Pabrik Gula Colomadu. Pencarian ini saya fokuskan hanya di komplek pabrik gula saja, karena pada kesempatan sebelumnya saya pernah melakukan penelusuran jalur tetes tebu milik PG Colomadu dari Gembongan hingga ke Colomadu.

Jalur Tetes Tebu PG Colomadu
Sumber: kitlv.nl



Bekas Jalur Tetes Tebu Menuju PG Colomadu

             Minggu 20 September 2015, saya bersama dengan teman-teman dari Komunitas Lakulampah Solo berkesempatan mengunjungi bekas Pabrik Gula Colomadu untuk belajar sejarah perjalanan PG Colomadu. Kesempatan kali ini tidak saya sia-siakan untuk mencari jejak jalur NIS di area pabrik yang dulu belum sempat saya telusuri. Didalam area pabrik kami diajak berkeliling menelisik satu per satu bangunan-bangunan yang ada disana.
            Didalam komplek area pabrik saya sempat menjumpai bangunan stasiun remise yang dulu digunakan sebagai tempat menyimpan dan memperbaiki kereta pengangkut tebu milik PG Colomadu. Bahkan di dalam bangunannya pun saya masih bisa menjumpai potongan-potongan kereta lori yang sudah tidak utuh lagi. Sungguh sangat disayangkan memang, benda yang memiliki nilai sejarah tinggi tersebut tidak dirawat dengan semestinya.
Di dalam area pabrik sudah sangat susah melacak keberadaan jalur kereta maupun decauvile. Hal ini dikarenakan lingkungan pabrik yang sudah banyak ditumbuhi rumput ilalang yang sangat lebat dan beberapa timbunan tanah yang menutupi bekas jalur kereta maupun decauvile. Lazim memang, PG Colomadu memang telah dinonaktifkan semenjak tahun 1997, dan selama kurang lebih 18 tahun lokasi pabrik sengaja dibiarkan kosong.

Pabrik Gula Colomadu

Stasiun Remise PG Colomadu

Menara Air Stasiun Remise

Bekas Kereta Lori di Dalam Stasiun Remise

Stasiun Remise di Sisi Utara Pabrik

Bekas Kereta Lori di Dalam Stasiun Remise

            Berkeliling mengitari komplek pabrik saya belum juga menemukan bekas jejak jalur milik NIS yang saya cari. Saya dan rombongan pun akhirnya masuk kedalam bangunan utama Pabrik Gula Colomadu dengan didampingi dua orang pegawai dari pabrik. Disini saya sedikit mulai menemukan petunjuk keberadaan jalur pengangkut tetes tebu. Tak jauh dari pintu masuk utama pabrik, saya menemukan sebuah jalur kereta yang memiliki gauge 1067 milimeter. Memang sepintas jalur tersebut terlihat seperti decauvile, tapi jika diamati secara seksama jenis relnya pun lebih besar jika dibandingkan dengan decauvile.
            Saya juga sempat menanyakan hal tersebut pada salah seorang karyawan pabrik yang turut serta mendampingi kami. Beliau mengatakan itu adalah rel milik PJKA karena lebar rel nya yang berbeda dengan jalur lori. Jika ditarik garis lurus, jalur tersebut memang mengarah ke arah selatan yang merupakan arah jalur tetes tebu dari Gembongan. Bekas jalur tersebut kini hampir hilang terkubur tanah dan semak belukar.

Bekas Jalur Milik NIS di PG Colomadu

Bekas Jalur Milik NIS di Dalam Pabrik

            Meskipun bekas jalur kereta milik NIS tersebut hampir hilang tertutup tanah dan semak belukar, setidaknya bekas jalur tersebut masih tersisa dan bisa saya saksikan. Puas rasanya bisa menyaksikan secara langsung bekas jalur tersebut. Semoga seiring dengan berjalannya waktu peningalan-peninggalan bersejarah semacam ini bisa terus dijaga dan dilestarikan dengan baik.

Peserta Blusukan PG Colomadu

Monumen KGPAA IV Pendiri Pabrik Gula Colomadu


_________
Developed by: blusukanpabrikgula.blogspot.com
_________
PRIMA UTAMA / 2015 / WA: 085725571790 / MAIL, FB: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama   












JELAJAH JALUR SEPUR BEDONO - AMBARAWA

DJELAJAH DJALOER SPOOR BERSAMA KOTA TOEA MAGELANG

            Dalam rangka memperingati hari ulang tahun PT. KAI yang ke 70 tahun, Komunitas Kota Toea Magelang kembali mengadakan acara rutin tahunan bertajuk jelajah jalur sepur yang tahun ini adalah acarayang ke empat kalinya. Pada tahun ini rute yang diambil adalah jalur kereta apidari Stasiun Bedono hingga Stasiun Ambarawa atau Museum Kereta Api Ambarawa.
            Sedikit menyinggung sejarah pembangunan jalur kereta api diwilayah Ambarawa hingga Secang, jalur ini dibangun diawal abad 19 atau tahun 1900-an dimana merupakan salah satu jalur kereta api termahal yang pernah dibuat oleh perusahaan kereta api Hindia Belanda Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Bagaimana tidak, jalur yang hanya memiliki panjang sejauh kurang lebih 28 kilometer tersebut menghabiskan biaya sebesar f 390.000 dan harus mengerahkan 3.000 pekerja setiap hari untuk mengerjakannya. Angka tersebut sangatlah mahal jika dibandingkan dengan pembangunan jalur kereta yang pernah dilakukan oleh Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) yang membangun jalur dari Blora hingga Cepu sejauh kurang lebih 30 kilometer dengan biaya f 50.000 serta jalur dari Blora hingga Rembang sejauh kurang lebih 29 kilometer dengan biaya hanyaf 45.000.
             Mahalnya pembangunan jalur kereta api dari Ambarawa hingga Secang ini cukup beralasan. Kondisi geografis yang berbukit-bukit memberikan kesulitan tersendiri dalam proses pembangunannya. Tak ayal jika dalam proses pembangunan jalur tersebut banyak bukit yang harus dibelah untuk mendapatkan gradient jalur kereta yang sesuai. Pembangunan jalur kereta api diwilayah Ambarawa tidaklah lepas dari peran Ho Tjong An. Beliau adalah seorang pemborong berdarah Tionghoa yang tercatat pernah membangun jalur kereta api milik beberapa perusahaan Hindia Belanda, seperti: Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS), Samarang Ceribon Stoomtram Maatschappij (SCS) dan Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). 

Kereta dari Stasiun Willem I Menuju Jogja
Sumber: kitlv.nl

Jalur Kereta di Ambarawa Tahun 1900-an
Sumber: kitlv.nl

           Tanggal 13 Agustus 2015 adalah hari pelaksanaan jelajah jalur sepur 4 yang diadakan oleh Komunitas Kota Toe Magelang. Acara kali ini masih sama dengan tahun kemarin dimana mengambil titik kumpul di daerah Boton Magelang. Kurang lebih pukul setengah tiga dini hari saya berangkat menuju Magelang dengan menggunakan bus melalui Terminal Tirtonadi Solo.Pada kesempatan ini saya memangsengaja berangkat lebih awal untuk menghindari kejadian yang pernah saya alami tahun kemarin dimana saya hampir saja terlambat dan ditinggal rombongan karena lambatnya bus yang saya naiki.
            Berniat berangkat lebih pagi menuju Magelang agar tidak terlambat, ternyata saya tiba di Magelang kepagian.Tepat pukul setengah lima pagi bus yang mengantarkan saya sudah tiba di Terminal Tidar Magelang. Sempat bingung hal apa yang akan saya lakukan disana karena hari yang masih petang. Setelah melaksanakan sholat subuh sayapun mengisi waktu senggang saya dengan tidur diemperan terminal.
            Setelah hari mulai terang sayapun pergi menuju Boton dengan menaiki angkutan kota. Sudah lama tidak menyambangi Kota Magelang membuat perjalanan saya menuju Boton dengan menggunakan angkot bak city tour. Bagaimana tidak, jalur angkot yang cukup panjang menuju Boton serta indahnya pemandangan Kota Magelang yang di kelilingi perbukitan serta bangunan-bangunan tua yang menghiasi kotamembuat saya betah berada didalam angkot. Ditambah lagi dengan keramahan penumpang didalam angkot yang membuat saya seolah-olah berada di kota sendiri.
            Akhirnya tiba juga saya di Boton.Suasana dititik kumpul terlihat belum begitu ramai.Hanya beberapa peserta saja yang tampak sudah hadir. Setelah melakukan registrasi saya sempatkan untuk bercakap-cakap dengan peserta lain yang berasal dari beberapa kota sembari menunggu waktu pemberangkatan menuju Bedono. Waktu telah menunjukkan pukul setengah delapan pagi.Pemberangkatan menuju Bedono pun semakin dekat.Tahun ini jumlah peserta mencapai seratusan orang, lebih banyak dari tahun kemarin yang hanya mencapai 75-an orang.
            Setelah mendapatkan pengarahan dari panitia dan doa bersama, kami pun berangkat menuju Stasiun Bedono yang terletak di Kabupaten Semarang dengan menggunakan angkot yang telah disediakan oleh panitia. Kurang lebih ada 10 angkot yang telah disediakan panitia untuk mengangkut peserta.

Foto Bersama Perserta Jelajah Jalur Sepur 4 di Boton Magelang
Sumber: Kota Toea Magelang

Peserta Bersiap Menuju Bedono Menggunakan Angkot

            Kurang lebih empat puluh lima menit perjalanan, kamipun tiba di komplek Stasiun Bedono. Ini adalah ketiga kalinya saya mengunjungi stasiun ini.Bangunan stasiun kini tampak lebih bagus dari sebelumnya.Bahkan lingkungan diarea stasiunpun juga lebih indah dan tertata rapi.Disini peserta diberi waktu untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan menuju Halte Jambu dengan berjalan kaki.
            Stasiun Bedono adalah stasiun kecil yang terletak di Kabupaten Semarang.Stasiun ini didirikan oleh Nederlands Insdische Spoorweg Maatschappij (NIS) dan resmi dibuka untuk umum pada tahun 1905. Diarea stasiun terdapat beberapa alat penunjang perkeretaapian seperti turn table atau meja putar lokomotif, tempat penampungan air untuk bahan bakar kereta, serta alat wesel yang masih bisa dijumpai di emplasemen stasiun.
            Diarea Stasiun, bangunan yang tidak saya jumpai adalah rumah dinas stasiun. Lazimnya disebuah stasiun terdapat fasilitas rumah dinas yang diperuntukkan bagi kepala maupun pegawai stasiun, namun hal tersebut tidak saya temui di Stasiun Bedono. Sayapun menanyakan hal tersebut kepada salah satu petugas yang ada disana. Beliau bercerita bahwa dahulu sebenarnya terdapat beberapa rumah dinas stasiun yang pernah berdiri, salah satunya berada disamping bangunan stasiun. Akan tetapi pada dekade 70-an bangunan rumah dinas dihancurkan oleh oknum yang kini hanya menyisakan pondasinya saja. Sementara untuk bangunan rumah dinas lainnya dirubuhkan dan dirubah menjadi sekolah yang berada tak jauh dari Stasiun Bedono. Satu-satunya bangunan rumah dinas stasiun yang masih utuh kini dimanfaatkan sebagai kantor sekolah.
            Diemplasemen Stasiun Bedono, saya sempat berdiskusi dengan kepala stasiun mengenai beberapa stopplast dan halte yang pernah berdiri di petak Ambarawa – Bedono. Menurut keterangan beliau, beberapa stopplast memang pernah berdiri di petak tersebut, namun hal tersebut pada masanya hanya digunakan sebagai penanda pembangunan jalur tersebut yang dilakukan secara bertahap.Sempat juga saya menunjukkan foto lawas Halte Jambu dimana beliau menceritakan bahwa foto yang saya miliki tersebut adalah masa dimana Halte Jambu belum digunakan untuk angkutan penumpang dan barang.


Stasiun Bedono

Rumah Dinas Stasiun Bedono

Bekas Pondasi Rumah Dinas Stasiun Bedono


Peserta Jelajah Jalur Sepur 4 di Stasiun Bedono
Sumber: Kota Toea Magelang


            Waktu telah menunjukkan pukul 9 pagi.Rombongan pun segera bergegas melanjutkan perjalanan menuju Halte Jambu dengan berjalan kaki.Jika melihat peta lawas tahun 1909, terdapat sebuah stopplast di wilayah Tempuran sebelum Halte Jambu.Stopplast adalah sebuah tempat pemberhentian kereta yang lebih kecil daripada halte.Biasanya stopplast hanya diberi penanda berupa plang tanpa memiliki bangunan.
            Berjalan pelan menyusuri rel bergerigi, kamipun di manjakan dengan pemandangan alam yang begitu indah.Pepohonan yang hijau serta deretan perumahan pendudukpun turut menemani perjalanan kami.Disepanjang jalur kereta masih banyak dijumpai tiang telegraf yang sudah tidak terpakai.Kami juga sempat berpapasan dengan beberapa warga yang sedang mengangkut rumput untuk pakan ternak mereka dengan menggunakan troli yang didorong diatas jalur kereta.Di titik tertentu terdapat jalur kereta yang melintas ditengah dan diatas bukit. Bahkan ada spot jalur kereta yang bersinggungan dengan jalan raya yang menyajikan panorama yang sangat indah.

Jalur Kereta dari Bedono Menuju Jambu

Peta Jalur Kereta dari Bedono Menuju Jambu

            Jalur rel bergerigi adalah jalur kereta langka yang tidak disembarang tempat bisa dijumpai.Di Indonesia sendiri hanya terdapat dua wilayah saja yang memiliki jalur kereta bergerigi, yaitu di Ambarawa dan di Lembah Anai Sumatra.Sedangkan di Asia tercatat hanya dua Negara saja yang memiliki jenis rel seperti ini, yaitu Indonesia dan India.Rel bergerigi sangat dibutuhkan kereta yang melintas di wilayah dengan gradient menanjak.Saat melintas direl bergerigi posisi lokomotifpun mendorong gerbong bukan menarik gerbong.Di Ambarawa sendiri jalur kereta bergerigi telah vakum selama kurang lebih empat tahun.Beberapa alasan menjadi penyebab kereta tidak melintas dijalur tersebut.

Titik Awal Rel Bergerigi dari Bedono Menuju Jambu

Titik Awal Rel Beregerigi di Bedono Tahun 1939
Sumber: Copy Right Gerry Verhoeven


Pemanfaatan Jalur Kereta oleh Warga Sekitar
 
Jalur Kereta Bersinggungan dengan Jalan Raya  


Kereta Menuju Ambarawa Tahun 1939
Sumber: Copy Right Gerry Verhoeven

Kereta Menuju Jambu Tahun 1939
Sumber: Copy Right Gerry Verhoeven

Perkiraan Lokasi Stopplast Tempuran

            Setelah cukup jauh berjalan, rombongan memutuskan untuk beristirahat sejenak dibawah jembatan penyeberangan yang melintas diatas rel. Sambil mengisi tenaga dengan menyantap bekal masing-masing, panitia juga sempat menjelaskan beberapa sejarah penting yang pernah terjadi di jalur yang kami lewati tersebut.Waktu semakin siang, kamipun bergegas untuk melanjutkan perjalanan kembali menuju Halte Jambu.
            Disepanjang perjalanan menuju Jambu, perjalanan kami dihiasi oleh ladang persawahan yang luas dengan latar belakang pegunungan yang sangat indah.Hembusan angin yang semilir menjadi bonus tersendiri dalam perjalanan kami. Setibanya di wilayah Jambu kami mulai melintasi jembatan-jembatan kereta api yang melintas di atas sungai. Kamipun harus berhati-hati dan waspada karena jembatan tersebut memiliki ketinggian yang cukup tinggi.Setelah lelah melangkah, akhirnya Halte Jambu sudah nampak dari kejauhan.Semangat kamipun kembali memuncak tak sabar ingin segera menyambangi dan beristirahat di Halte Jambu.
            Setibanya di Halte Jambu peserta dimanjakan dengan pemandangan yang luar biasa indah di sekitar bangunan halte. Disini peserta dibagikan buah semangka segar sebagai penghilang dahaga yang telah disediakan oleh panitia. Halte Jambu pada masanya digunakan sebagai tempat naik turun penumpang.Selain itu halte ini juga menjadi tempat untuk mengubah posisi lokomotif yang hendak menuju Bedono dengan posisi mendorong gerbong.Di daerah Jambu pula jalur rel bergerigi berakhir.
            Saat beristirahat melepas lelah saya sempat berbincang-bincang dengan salah seorang petugas dari PT. KAI mengenai Halte Jambu.Beliau menjelaskan bahwa bangunan Halte Jambu masih asli, yang dibuat pada masa pendudukan Belanda meskipun telah mengalami beberapa perubahan.Hal ini diluar prediksi saya karena saya sempat berpikir bahwa bangunan halte adalah bangunan baru yang dibuat pada masa DKA. Disekitar lokasi bangunan halte saya masih menjumpai rumah dinas yang masih berdiri. Bahkan rumah dinas tersebut masih dimanfaatkan sebagai tempat tinggal dan kondisinya masih terawat dengan baik. Setelah cukup melepas lelah, rombonganpun kembali melanjutkan perjalanan menuju pemberhentian terakhir di Stasiun Ambarawa.


Jembatan Kereta Menuju Jambu

Peserta Melintas di Sebuah Jembatan di Jambu
 
Peserta Jelajah Beristirahat di Halte Jambu

Halte Jambu Tahun 1890-1906
Sumber: kitlv.nl

Bangunan Utama Halte Jambu

Rumah Dinas Halte Jambu

            Beranjak meninggalkan Halte Jambu rombonganpun bergerak menuju Stasiun Ambarawa.Kali ini perjalanan di dominasi oleh barisan perumahan penduduk yang berada disebelah kiri kanan jalur kereta.Cuaca yang panas dan terik menjadi tantangan tersendiri dalam etape terakhir ini.
            Merujuk pada peta lawas buatan Belanda, dari Halte Jambu hingga Stasiun Ambarawa terdapat dua lokasi stopplast, yaitu Stopplast Karangkepoh dan Stopplast  Ampin Wetan. Selama diperjalanan ini pula jembatan-jembatan kereta banyak kami jumpai.Di etape terakhir ini, rombongan banyak yang mulai terbecah menjadi kelompok-kelompok kecil.Tenaga yang sudah banyak terkuras dan kondisi kaki yang sudah mulai lelah melangkah membuat banyak peserta yang memperlambat langkah mereka.
         Kurang lebih setelah menempuh 4 kilometer perjalanan, kami mulai memasuki wilayah Ambarawa.Dari kejauhan mulai terlihat tiang sinyal milik Stasiun Ambarawa yang sudah karatan yang menjadi penanda bahwa lokasi stasiun sudah tidak jauh lagi. Semangat kamipun mulai menggebu-gebu tak sabar ingin segera mencapai garis finish. 

Peta Jambu – Ambarawa Tahun 1909
Sumber: kitlv.nl

Peserta Melintas di Atas Sebuah Jembatan Menuju Ambarawa

Jalur Kereta dan Bekas Tiang Telegraf Menuju Ambarawa  

Perkiraan Lokasi Stopplast Karangkepoh


Jembatan-Jembatan Kereta Menuju Ambarawa

Perkiraan Lokasi Stopplast Ampin Wetan

Tiang Sinyal Stasiun Ambarawa

Sebuah Kereta dari Stasiun Ambarawa Menuju Bedono Tahun 1938
Sumber: Copy Right Gerry Verhoeven

            Akhirnya rombongan mulai memasuki area Stasiun Ambarawa atau Willem I. Disini peserta diberi waktu untuk beristirahat dan menikmati koleksi Museum KeretaApi Ambarawa hingga pukul 3 sore. Kesempatan ini tidak saya sia-siakan untuk memanjakan kaki yang sejak pagi kerja keras menaklukkan jalur kereta api dari Bedono hingga Ambarawa. Disini saya sempat berbincang-bincang dengan salah satu petugas museum. Saya sempat menanyakan rencana peresmian Museum Kereta Api  Ambarawa pada tanggal 28 September kelak yang rencananya akan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo.
            Beliau menjelaskan kemungkinan rencana pada tanggal 28 September kelak masih bersifat soft launching yang hanya akan dihadiri oleh Menteri Perhubungan. Hal ini dikarenakan masih banyaknya kekurangan-kekurangan di bagian museum yang perlu diperbaiki.Koleksi museum pun juga belum seratus persen lengkap, ujar beliau. Beliau juga sempat memberikan gambaran kepada saya mengenai konsep museum kedepannya dimana akan ditempatkan beberapa bekas bangunan halte kereta dari beberapa tempat termasuk halte disepanjang Solo-Wonogiri yang akan dipindah ke Museum Ambarawa serta taman sinyal dan beberapa koleksi pendukung lainnya.
            Diharapkan proses revitalisasi Museum Kereta Api Ambarawa akan selesai seratus persen pada bulan Mei tahun 2016yang bertepatan dengan ulang tahun Stasiun Ambarawa. Melihat sejarah Stasiun Ambarawa, pendirian stasiun ini diprakarsai oleh raja Belanda kala itu yang bernama Raja Willem I pada tahun 1873.Stasiun tersebut merupakan perpanjangan jalur dari Kedungjati dengan tujuan utama pembangunannya adalah untuk kepentingan militer, karena pada zaman dahulu Ambarawa adalah salah satu wilayah basis militer Hindia Belanda. Stasiun inipun dahulu terkenal dengan nama Stasiun Willem I, sesuai dengan nama pemrakarsanya. Seiring dengan berjalannya waktu, Stasiun Ambarawa pun ditutup oleh pemerintah pada tahun 1976 karena sepinya jumlah penumpang.Akhirnya pada tanggal 6 Oktober 1976 Stasiun Ambarawa resmi dialihfungsikan sebagai museum kereta api oleh pemerintah.
            Selain berdiskusi mengenai pengembangan komplek Museum Kereta Api Ambarawa, saya juga sempat menanyakan rencana reaktivasi jalur kereta api dari Ambarawa menuju Magelang. Beliau menjelaskan bahwa rencana tersebut sebenarnya sudah dibuat oleh PT. KAI dan rencananya pembangunan jalur kereta api menuju Magelang akan selesai pada tahun 2020. Tetapi beliau juga menerangkan bahwa kemungkinan rencana tersebut akan molor seperti rencana reaktivasi jalur kereta api di wilayah Semarang – Demak – Kudus dan Kedungjati – Tuntang yang terkendala masalah Amdal.
            Banyak pelajaran dan informasi berharga yang saya ambil dari diskusi ini.Meskipun rencana reaktivasi jalur kereta api di beberapa wilayah banyak yang akan mengalami keterlambatan, tapi beliau menjelaskan bahwa untuk wilayah di Jawa Tengah menjadi salah satu prioritas utama dalam rencana reaktivasi jalur kereta api. Harapan saya semoga rencana tersebut bisa terlaksana dengan baik dan tepat waktu, sehingga banyak masyarakat di berbagai daerah yang bisa menikmati layanan kereta api. 

Salah Satu Bangunan Gudang Stasiun Ambarawa

Bangunan Stasiun Ambarawa

Stasiun Ambarawa Tahun 1890-1906
Sumber: kitlv.nl

Peron Stasiun Ambarawa

Peserta Jelajah Jalur Sepur di Museum Ambarawa
Sumber: Kota Toea Magelang

            Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 3 sore.Itu artinya peserta harus meninggalkan Museum Kereta Api Ambarawa untuk melanjutkan perjalanan pulang kembali menuju Magelang. Waktu itu saya memutuskan untuk memisahkan diri dari rombongan karena saya memilih pulang kembali ke Solo via Terminal Bawen Semarang untuk menghemat waktu. Banyak pelajaran dan pengalaman berharga yang saya peroleh selama perjalanan kali ini. Semoga tahun depan saya bisa memiliki kesempatan mengikuti acara ini lagi dengan pengalaman yang tak kalah serunya. Semoga.

____________
developed by: blusukanpabrikgula.blogspot.com
____________
PRIMA UTAMA / 2015 / WA: 085725571790 / MAIL, FB : primautama@ymail.com / INSTA: @primautama