Senin, 17 Februari 2020

JALUR SANTRI “PARE – JOMBANG”

Sudah hampir 1,5 tahun lebih vacum dari aktivitas blusukan jalur mati kereta api. Pekerjaan yang tidak ada habisnya, target kejar hibah dan beasiswa memalingkan dari dunia blusukan. Ditambah lagi kesibukan blusukan di bekas-bekas pabrik gula di wilayah Karesidenan Kediri sehingga blusukan dijalur mati kereta api harus sedikit dikesampingkan.
            Setelah mencari-cari waktu senggang, akhirnya ketemu juga waktu yang tepat untuk blusukan. Kali ini saya memanfaatkan waktu liburan Natal yang jatuh pada tanggal 24-25 Desember 2019 untuk blusukan ke Jombang dan Kediri. Sebenarnya rencana saya ini tidak hanya sekedar untuk blusukan dijalur kereta Jombang-Pare saja yang notabene adalah bekas jalur KSM yang belum pernah saya blusuki, melainkan juga untuk menyelesaikan misi saya menelusuri pabrik gula yang ada diwilayah Jombang dan Kediri.
            Setelah semua akomodasi saya siapkan, tepat pukul 6 pagi tanggal 24 Desember 2019 saya berangkat menuju jombang dengan menggunakan motor. Cuaca pagi itu lumayan enak. Tidak panas dan juga tidak terlalu mendung. Sebelum ke Jombang, saya sempat mampir dulu di Kertosono yakni di Pabrik Gula Lestari untuk mengambil dokumentasi. Setelah itu perjalanan saya lanjutkan menuju Jombang.
            Kurang lebih tiga jam perjalanan, tibalah saya di Kabupaten Jombang. Tujuan pertama saya adalah Pabrik Gula Jombang yang lokasinya berada di pusat kota. Alasan saya memulai blusukan saya di Pabrik Gula Jombang adalah selain karena ingin mengambil dokumentasi bangunan pabrik, saya juga menemukan referensi melalui peta lama bahwa jalur KSM dari Stasiun Jombang KSM juga terhubung ke pabrik tersebut.
            Tibanya dilokasi pabrik, saya focus dulu ke jalur lori yang ada disekitar pabrik. Ternyata masih ada beberapa jalur lori yang belum tertimbun aspal. Menurut info jalur tersebut masih digunakan untuk proses loading dan unloading tebu pada tahun 2010-an. Tak lupa saya abadikan juga bangunan-bangunan colonial khas pabrik gula yang indah dan menawan. Meskipun Pabrik Gula Jombang Baru tertutup namun kita bisa menikmati keindahan bangunan dinas pegawainya yang berada diseberang jalan. Bangunannya cukup terawatt dengan baik. Nah saat saya mengambil gambar bangunan tak sengaja saya menemukan sebuah jembatan yang dulu menghubungkan PG Jombang Baru dengan Stasiun Jombang KSM. Dari sinilah petualangan saya dimulai.


Bekas Rel Lori Pabrik Gula Jombang Baru

Pabrik Gula Jombang Baru


            Diseberang jalan Pabrik Gula Jombang Baru atau tepatnya disisi utara pabrik, terdapat sebuah sungai dimana diseberangnya terdapat perkampungan warga. Diatas sungai tersebut terdapat sebuah jembatan kereta yang cukup lebar yang saya perkirakan ber gauge 1067 mengarah kearah pabrik. Saya mencoba menelusrinya masuk kedalam perkampungan warga. Benar saja, bentik tikungan jalan yang saya lalui menyerupai jalur kereta. Perkiraan saya jalan tersebut dahulunya adalah jalur kereta api. Akan tetapi untuk bekas besi relnya sendiri sudah hilang dan tertimbun aspal.
            Terus saya menelusi jalan kecil ditengah perkampungan tersebut, akhirnya tibalah juga saya disebuah jalan besar. Saya menyeberang jalan kearah timur masuk kearea pasar yang cukup ramai. Disepanjang jalan pasar tersebut banyak patok milik PT. KAI yang tertancap. Pelan menelusuri jalur tersebut akhirnya sampai juga saya di bekas Stasiun Jombang KSM. Sayapun mencoba menelusuri bagian emplasemen kereta yang sekarang sudah penuh dengan lapak pedagang.
            Kondisi stasiun sebenarnya masih tampak baik. Akan tetapi karena bangunannya yang sudah beralih fungsi sebagai tempat berdagang membuatnya terlihat kumuh dan usang. Tulisan nama stasiunnya juga masih bisa dilihat menskipun agak sedikit tertutup. Bagian emplasemen stasiun sebenarnya masih terlihat luas, akan tetapi kini telah digunakan untuk lapak dagangan pedagang pasar.


Jembatan Kereta Menuju Pabrik


Bekas Jalur Kereta Menjadi Jalan


Bekas Bangunan Stasiun Jombang KSM


Emplasemen Stasiun Jombang KSM

            Dari Stasiun Jombang KSM, perjalanan saya lanjutkan menuju Stasiun Jombang SS. Antara jalur KSM dan jalur SS dahulu memang terhubung seperti halnya di Stasiun Kediri. Penelusururan saya mengarah kebarat dimana jalur kereta menuju pusat kota. Dari sini bekas jalur masih bisa diamati dan berubah menjadi sebuah gang kecil sebelum kearah water toren atau pertigaan kota. Setelah pertigaan jalur kereta berubah menjadi jalur lambat. Dititik tersebut sudah sangat susah menemukan bekas jalur kereta api kareta sudah tergusur oleh pembangunan kota.

Bekas Jalur Kereta Menuju Water Toren

Jalur Kereta Keluar Gang

Jalur Kereta Melintasi Pertigaan Menuju Stasiun Jombang SS

            Tibalah saya di Stasiun  Jombang SS. Disana masih terdapat bekas bangunan stasiun milik KSM yang sekarang berubah menjadi gudang. Bangunannya masih cukup terawat. Dari Stasiun Jombang SS perjalanan saya lanjutkan menuju Pare. Menurut referensi yang telah saya baca sebelumnya sepanjang jalur antara Jombang hingga Pare, stasiun yang masih tersisa hanyalah Stasiun Cukir, Pulorejo, Badas, dan Pare. Bangunan stasiun ataupun halte yang lainnya telah hilang tak berbekas.
            Jalur antara Jombang hingga pare merupakan jalur yang ramai pada jamannya. Selain banyaknya pondok pesantren serta penduduk yang bermukim disekitar jalur, juga banyak pabrik gula yang pernah berdiri dilintas jalur ini, seperti: PG Ceweng, Cukir, Gudo, dan Blimbing. Sebelum jalur ini dinonaktifkan, menurut cerita banyak sabotase yang dilakukan dilintas Jombang-Kediri. Posisinya yang bersebelahan dengan jalan raya membuat jalur ini kalah bersaing dengan ban karet.
            Perjalanan saya lanjutkan menuju Ceweng. Disini bekas rel masih banyak yang bisa diamati. Di Ceweng sendiri sebenarnya terdapat sebuah pemberhentian keret yang lokasinya tak jauh dari Pabrik Gula Ceweng. Akan tetapi sayang, bekas bangunannya sudah raib tak bersisa. Hanya sebuah pondasi jembatan kereta saja yang tersisa dilokasi tersebut.

Bekas Sinyal Tebeng
Sumber: Grup DRH


Bekas Rel Menuju Ceweng

Area Bekas Pabrik Gula Ceweng

            Dari Ceweng perjalanan saya lanjutkan menuju Cukir. Jalur kereta dari arah Ceweng menuju Cukir masih bersebelahan dengan jalan raya. Sisa-sisa jalur kereta juga masih banyak dijumpai. Di daerah Cukir terdapat sebuah pabrik gula bernama Pabrik Gula Cukir dimana disekitar lokasi tersebut masih berdiri sebuah bangunan halte yang bernama Halte Cukir. Halte Cukir kini telah berubah menjadi toko dan kondisinya agak kurang terawatt meskipun masih berdiri kokoh.
            Di lokasi Pabrik Gula Cukir masih bisa dijumpai bekas jembatan kereta yang masuk kearea pabrik. Dahulu jalur tersebut digunakan untuk mengangkut hasil gula ke jalur milik KSM untuk didistribusikan. Pabrik Gula Cukir merupakan salah satu pabrik gula aktif yang berada di wilayah Jombang. Disekitar area tersebut juga banyak berdiri pondok pesantren yang dulu juga meramaikan kereta jurusan Pare – jombang pada decade 70 – 80an.

Bekas Jalur Kereta Masuk ke Area Pabrik Gula Cukir


Pabrik Gula Cukir Jombang


Halte Cukir KSM








Dari Cukir perjalanan saya lanjutkan kembali menuju Pare. Ditengah perjalanan saya menyempatkan diri untuk mampir di daerah Blimbing dan Gudo. Tujuan saya adalah untuk mencari jejak dari Pabri, Gula Blimbing dan Gudo. Dalam penelusuran tersebut, hanya bekas Pabrik Gula Gudo saja yang berhasil saya temukan itupun hanya berupa bekas pondasi kecil bangunan. Sementara untuk bekas Pabrik Gula Blimbing sudah sangat sulit untuk dicari karena telah berubah menjadi perumahan warga.
Setelah melakukan penelusuran tersebut perjalan saya lanjutkan menuju Pare namun sebelumnya saya juga mampir didaerah Pulorejo. Hal ini dikarenakan menurut referensi yang saya baca masih menyisakan sebuah bangunan halte bernama Halte Pulorejo. Agak sedikit susah menemukan halte ini dikarenakan lokasinya yang berada ditengah sawah.
Dengan sedikit mengandalkan insting blusukan dan mencocokan lokasi dengan peta yang saya bawa, akhirnya saya berhasil menemukan Halte Pulorejo. Memang benar lokasinya jauh dari pemukiman penduduk dan berada diarea persawahan. Bekas Halte Pulorejo sendiri saat ini hanya menyisakan bekas tendon air dan sebuah sumur. Bekas bangunan haltenya sendiri sudah tidak berbekas. Bisa jadi bangunan awal Halte Pulorejo terbuat dari kayu sehingga sudah lapuk dimakan usia. Dari Halte Pulorejo dahulu terdapat sebuah percabangan jalur menuju Ngoro. Akan tetapi sayang, bekas jalur percabangan tersebut telah dicabut pada saat masa pendudukan Jepang.


Bekas Halte Ngoro

Bekas Jalur Kereta Menuju Pare

Area Percabangan Jalur Menuju Ngoro

            Perjalanan segera saya lanjutkan menuju Badas, sepanjang perjalanan dari Pulorejo sebagian jalur kereta masih berada diare persawahan kemudian bertemu dan bersisihan dengan jalan raya kembali. Sebelum memasuki Badas, saya melewati sebuah sungai besar bernama Sungai Konto. Di atas sungai tersebut masih menyisakan  sebuah pondasi jembatan kereta yang cukup besar. Akan tetapi sayang rangka besinya sudah hilang tak berbekas.

Jalur Kereta Menuju Kali Konto

Jalur Kereta dari Arah Pulorejo


Bekas Pondasi Jembatan Kereta Kali Konto


Jembatan Kali Konto Tempo Dulu
Sumber: Tropen

Setelah menyeberang Kali Konto, perjalanan saya lanjutkan menuju Badas. Di Badas terdapat sebuah halte kereta bernama Halte Badas. Halte ini masih menyisakan bangunan haltenya beserta rumah dinasnya. Kini bangunan Halte Badas masih berdiri kokoh dan telah berubah menjadi sebuah toko. Di seberang Halte Badas terdapat sebuah percabangan jalur kereta menuju Pabrik Gula Badas yang tidak jauh dari lokasi halte. Akan tetapi sayang bangunan pabrik gula sudah lenyap tak tersisa.


Bekas Bangunan Halte Badas

Bangunan Rumah Dinas Halte Badas

            Meninggalkan Halte Badas, perjalanan saya lanjutkan menuju Stasiun Pare. Sepanjang perjalanan bekas jalur kereta masih bisa saya jumpai bersisian dengan jalan raya. Di Stasiun  Pare sendiri bangunannya masih berdiri kokoh dan sekarang dimanfaatkan menjadi warung sate. Dibelakang halaman stasiun masih bisa dijumpai banguna menara air dan dipo lokomotif.
            Tak jauh dari lokasi stasiun, terdapat sebuah kantor militer yang dahulu merupakan katior pusat KSM. Tak jauh dari lokasi tersebut juga masih  bisa dijumpai bangunan rumah dinas pegawai KSM. Di Pare saya sempat makan siang dan beristirahat disana sebelum melanjutkan perjalanan menuju Kandangan.

Bekas Loket Stasiun Pare

Bangunan Manara Air Stasiun Pare

Kantor Pusat KSM

            Lepas istirahat, perjalanan saya lanjutkan mencari Halte Kandangan. Halte Kandangan merupakan sebuah jalur percabangan dari Pare. Kenapa KSM membuka jalur kearah Kandangan?. Karena pada jaman dulu di Kandangan terdapat sebuah pabrik gula. Jalur tersebut selain untuk mengangkut masyarakat juga berfungsi mengangkut hasil gula. Jalur ini juga memiliki hubungan dengan jalur menuju Konto – Ngoro. Bekas jalur menuju Kandangan sudah lama dicabut pada masa pendudukan Jepang.
            Saat saya menuju Kandangan, saya sempat menemukan juga bekas jalur percabangan menuju Kepung. Jalur menuju Kepung sudah lama divabut saat pendudukan Jepang. Kini bekas jalur tersebut hanya menyisakan sebuah pondasinya saja.


Bekas Jalur Menuju Kepung

Bekas Bangunan Halte Kencong

            Dengan sampainya di Kencong, maka berakhir pula blusukan saya dijalur KSM Jombang – Pare. Ini artimya saya telah selesai menelusuri jejak jalur KSM secara keseluruhan kecuali yang telah dicabut oleh Jepang. Sampai jumpai di penelusuran selanjutnya.





















Selasa, 28 Januari 2020

BLUSUKAN YANG TIDAK DIRENCANAKAN “JALUR WIROSARI – GROBOGAN”

Liburan Imlek bingung mau liburan kemana. Berdiam diri dirumah juga membosankan rasanya. Mau ke Solo bosen, pasti ramai. Mau ke Lawu juga bosen, sudah sering ngadem disana. Akhirnya kepikiran untuk main ke Bledug Kuwu di Grobogan. Pagi itu jam setengah 7 pagi berangkat dari rumah dengan cuaca yang cukup cerah agak mendung-mendung tipis. Rasanya cuacanya enak buat jalan-jalan naik motor ke Grobogan, tidak terlalu panas.
            Tancap gas dengan kecepatan 50-60 kilo meter per jam, perjalanan saya nikmati dengan santai. Menikmati hamparan sawah, lading jagung, dan hutan jati yang ijo royo-royo sungguh menyejukkan mata. Rute yang saya lewati kali ini adalah Sragen – Tangen – Galeh – Kuwu.
            Kurang lebih satu jam perjalanan akhirnya tiba juga saya di Kuwu. Langsung saja saya focus menuju ke Bledug Kuwu. Sebelum ke lokasi Bledug Kuwu saya sempat mampir juga ke bekas Stasiun Kuwu SJS yang tak jauh dari lokasi wisata Bledug Kuwu. Kondisi stasiun masih sama seperti dulu, tidak jauh berubah. Bangunannya masih menjadi toko bangunan dan bisa dibilang terawat (baca artikel saya blusukan petak Wirosari – Kuwu ya).
            Karena memang tidak berencana blusukan saya hanya melihat sebentar saja di bekas Stasiun Kuwu. Kemudian perjalanan saya lanjut ke Bledug Kuwu. Kurang lebih 3 menit saya menikmati Bledug Kuwu dari luar pagar (malas masuk ke lokasi, karena takut bayar tiket, hehehe).
            Karena sudah merasa puas dan rasanya nanggung kalau langsung balik pulang, akhirnya saya iseng berencana pulang ke Sragen dengan rute memutar lewat Grobogan kota. Langsung saja saya tancap gas. Sesampainya di pertigaan Wirosari saya jadi kepikiran untuk blusukan di jalur Wirosari – Grobogan. Soalnya di lintas sejauh 18 km tersebut dahulu saya hanya sepintas saja melewatinya saat blusukan ke Blora.
            OK akhirnya saya niatkan blusukan dilintas Wirosari –  Grobogan kurang lebih sejauh 18 km. Perlahan tapi pasti motor saya geber kea rah Grobogan. Sembari clingak clinguk barang kali saya menemukan artefak perkeretaapian yang belum terdokumentasi dulu. 15 km perjalanan ternyata saya berhasil menemukan beberapa peninggalan kereta api, yaitu bekas jembatan dan pondasi jembatan.

            Untuk peninggalan berupa rel kereta saya hanya menemukan di 2 titik saja. kenapa sangat sedikit? Karena jalan nya sudah ditinggikan dan tanah disamping jalan raya sudah ditutup tanah. Sehingga bekas jalur kereta sudah tertimbun. Namun dugaan saya di petak ini bekas jalur kereta juga sudah banyak yang dicabuti. Hanya patok milik PT. KAI saja yang bisa dijadikan petunjuk.


Bekas Besi Jembatan Kereta Api yang Tertinggal di Petak Wirosari – Grobogan

Plang Aset PT. KAI


Bekas Pilar Jembatan Kereta yang Mulai Goyah

Wesel 1


Wesel 2

            Sepanjang penelusuran awal saya yang berjarak kurang lebih 15 km, saya tidak menemukan satupun bekas bangunan halte atau stasiun yang tersisa. Memang menurut referensi yang dahulu pernah say abaca, disepanjang jalur tersebut sudah tidak menyisakan bangunan halte. Hal ini dikarenakan adanya pelebaran jalan dan bangunan halte yang hanya terbuat dari kayu.
            Akhirnya sampai juga perjalanan saya memasuki Kota Grobogan. Disini saya mulai berjalan pelan. Karena banyaknya percabangan jalan dan tidak ada peta yang memandu saya. Saya hanya mengandalkan insting saja dan kejelian melihat patok-patok milik PT. KAI.
            Sebelum masuk ke Kota Grobogan, saya melewati sebuah sungai besar dimana disana terdapat bekas jembatan kereta yang masih utuh dan terawatt berwarna biru. Mungkin bangunan jembatan tersebut sekarang dipelihara oleh PDAM. Bangunan pondasi dan besi-besinya masih terlihat kokoh. Hanya saja besi rel dan bantalannya sudah raib. Jika ikuti jalur tersebut akan mengarah ke Alun-alun Kota Grobogan.



Bekas Jembatan Kereta

Jalur Kereta Menuju Kota Grobogan

            Sembari mengikuti patok PT. KAI perjalanan saya lanjutkan kerah kota. Dari jembatan bekas jalur kereta telah berubah menjadi area trotoar dan tertutup blok paving. Penelusuran saya tibalah di Alun-Alun Grobogan. Bekas jalur kereta dahulu berada persis disamping Alun-Alun Grobogan dekat Pendopo Bupati. Betapa indahnya dahulu saat kereta melintasi tengah kota.
            Dari alun-alun, jalur kereta mengarah ke barat melewati depan kantor pos dan menikung berbelok kearah Simpang Lima Purwodadi. Belokan jalur kereta ini berada di patung kuda segitiga emas Grobogan. Terus berjalan pelan saya mengikuti insting dan patok yang bisa saya temui. Penelusuran saya mengantarkan saya di Pasar Grobogan dimana didepannya terdapat terminat angkutan kota yang dulu merupakan bekas Stasiun Purwodadi.
            Sebelum memasuki stasiun, saya sempat melihat bangunan tua dengan ukuran yang cukup besar. Saya memperkirakan bangunan tersebut adalah bangunan gudang. Bentuknya hamper mirip dengan bangunan gudang Stasiun Demak. Kini bangunan tersebut telah beralih fungsi menjadi toko material. Kondisi bangunannya bisa dibilang masih cukup baik meskipun pada bagian fasad kayu luarnya telah banyak yang lapuk. Kondisi memprihatinkan justru disandang bekas bangunan dipo yang kini menjadi tempat pengumpulan barang bekas.
            Sampainya di Kota Grobogan ini berakhir pula penelusuran saya. Semakin bertambahnya tahun dan pesatnya pembangunan kota jejak-jejak peninggalan kereta masa lalu memang susah untuk ditemukan. Semoga ini bisa menjadi dokumentasi yang berharga.


Bekas Jalur Kereta Melintas di Depan Alun-Alun Grobogan

Jalur Kereta Berbelok di Segitiga Emas Purwodadi
(Perhatikan Plang dan Patok PT. KAI)

Bekas Jalur Kereta di Belakang Patung Kuda


Bekas Bangunan Gudang

Akhir Jalur dari Gudang

Simpang Lima Purwodadi


Bekas Bangunan Dipo

Bekas Stasiun Purwodadi

Stasiun Purwodadi
sumber: kitlv.nl

Plang Nama Stasiun Purwodadi
sumber: video sejarah


Purwodadi Tempo Dulu
sumber: Purwodadi Tempo Dulu 

Bekas Papan S35 Dekat Simpang Lima yang Sudah Hilang